PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
TERHADAP TERDAKWA SULTAN HAMID II
Pada sidang 8 April 1953
Disalin Oleh: Syafaruddin Usman MHD
Mahkamah Agung di Jakarta, mengadili dalam perkara kejahatan dalam tingkat pertama dan tertinggi juga, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkaranya terdakwa:
Sjarif Hamid Algadrie
umur 39 tahun, lahir di Pontianak, tempat tinggal di Pontianak, pekerjaan sekarang tidak ada, bekas Kepala Swapraja Pontianak dan bekas Menteri Negara dalam Pemerintahan republik indonesia Serikat (di dalam tahanan sejak tanggal 5 April 1950)
Mahkamah Agung tersebut:
Telah membaca surat-surat pemeriksaan permulaan dalam perkara ini
Telah mendengar pembacaan salinan dari surat penetapan Ketua Mahkamah Agung tanggal 4 Februari 1953 No 1/1953 MA dan surat pemberitahuan serta panggilan kepada terdakwa
Telah mendengar requisitoir dari jaksa Agung, yang maksudnya supaya Mahkamah Agung menyatakan kesalahan terdakwa menjalankan kejahatan yang dituduhkan pada terdakwa dalam surat tuntutan bagian primair dan supaya Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara selama delapan belas tahun, dipotong dengan waktu selama terdakwa berada dalam tahanan
Telah mendengar pula pembelaan dari terdakwa sendiri dan dari pembelanya Mr Surjadi
Menimbang, bahwa terdakwa dalam surat tuntutan jaksa Agung tanggal 15 Januari 1953 dituduh:
Primair: Bahwa ia di dalam bulan Januari 1950, jadi di dalam keadaan perang, di Jakarta atau di tempat lain di Jawa, dengan maksud untuk melawan pemerintah yang telah berdiri di Indonesia, telah menyerbu dengan atau menggabungkan diri pada gerombolan, di antara mana terdapat Raymond Pierre Westerling, dan lain-lain orang yang tidak dapat disebutkan namanya, yang melawan kekuasaan pemerintah dengan senjata dan kemudian mengangkat senjata terhadap pemerintah itu dengan jalan mengadakan organisasi secara militer yang dinamakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), yang dipimpin oleh Raymond Pierre Westerling mengadakan ultimatum terhadap pemerintah Pasundan, yaitu negara Bagian dari Republik Indonesia Serikat, yang berbunyi:
Ondergeteekende, RP Westerling, leider van de RAPI en APRA heeft aan Uwe Regeering het volgende mee te deelen:
1. De RAPI zomede haar gewapende macht de APRA, kunnen zich volkomen vereenigen met de ter Ronde Tafel Conferentie te Den Haag door de Nederlandse Regeering enerzijds en de Indonesische delegatie anderzijds aangegane overeenkomsten en de alas gevolg daarvan op 27ste December 1949 plaats gehad hebbende souvereiniteitsoverdracht
2. De RAPI kan zich uit een oogpunt van orde en rust niet vereenigen met de ondemocratische wijze, waarop getracht wordt, de Negara’s, in het bijzonder de Negara Pasundan, zonder dat de bevolking zich daarover vrijelijk heeft kunnen uitspreken, te liquideren
3. De RAPI kan niet inzien, waarom zelstandinge staten, die toch in een en hetzifde federatief verband thuis horen, onder ondergrondse druk ten bate van een nevenstaat tot liquidatie moeten worden gedwongen
4. Door bovenstaande factoren zijn illegale Indonesiche strijdorganisaties ontstaan, die zich ten doel stellen aan deze unitaristische cq despotische houding het hoofd te beiden. Dit unitaristische pogen van de Republik Indonesia groep heeft deze illegale organisaties tiot een aaneengesloten blok met een en dezelfde wil samengedreven en heefty meerbedoelde strijdkrachten tevens bezield met ernstige verlangen voor de eenige en ware merdeka zonodig de zwaarste offers te brengen
5. De RAPI is geporteerd voor een gezonde en krachtige staat Pasundan binnen het kader van de RIS waarin de belangen van de onderscheiden Indonesiche Volkeren en van de verschillende bevolkingsgroepen op gelijke wijze behartiging vinden
6. De RAPI met haar gewapende macht de APRA en alle daarbij aangesloten, thans nog illegale strijdorganisaties, verlangen dringen erkening door de Regering van Pasundan, opdat hierdoor de mogelijkheid wordt geopend toit een officieel contact tussen de Negara Pasundan en de RAPI voor het gezamenlijk nemen van maatregelen ter verzekering van orde en rust, welke naar het oordeel van de RAPI bij de TNI niet ion vertrowde en bekwame handen moet worden beschouwd
7. Door de huidige onbevredigende gang van zaken zal het voor de leiding van de RAPI niet mogelijk zijn, haar strijdorganisaties voor onbepaalde tijd in bedwang te houden, wesharve het nodig zal zijn, dat de Regering inzake de onder ten 6de gevraagde erkenning spoedigst tiot een duidelijke beslissing komt, waartoe de RAPI zich als uiterste termijn 7 dagen—na dagtekening dezes—stelt
8. Uitdrukkelijk vooropstellende dat de RAPI orde en geen chaos wenscht, zou een langer dralen van de Regering van Pasundan tot het bepalen van haar houding t.a.v de RAPI tot gevechten op grote schaal kunnen leiden, waaronder gelijk in de afgelopen jaren helaas doch onvermijdelijk Indonesie in zijn geheel en de bevolking het meest te lijden zal hebben
9. Mocht omtrent de gevraagde erkening op de sub te 6de bedoelde datum geen beslissing door de Regering van Pasundan zijn genomen, zo wijst de RAPI iedere verantwoordelijkheid betreffende de daaruit voortvloiende gevolgen van zich af
10. RAPI verzoekt de regering van Pasundan haar beslissing te doen toekomen op Pri-Kemanusiaan Tegallega
menyerang kesatuan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat yang ditempatkan di Kota Bandung atau di sekitarnya, serta mencoba menduduki dan atau tetap menduduki kota itu, kemudian menyerang kesatuan Polisi Negara, ialah ia, terdakwa, sebagai pemimpinnya, karena ia memegang oppercommando daripada gerombolan tersebut di atas
Subsidiair: Bahwa ia pada hari Selasa tanggal 24 Januari 1950, jadi di dalam keadaan perang, di Hotel Des Indes di jakarta, dengan maksud untuk menyiapkan atau mempermudahkan pemberontakan seperti tersebut dalam pendakwaan primair, telah mencoba membujuk atau mempengaruhi Raymond Pierre Westerling dan atau Frans Najoan supaya menjalankan pemberontakan tadi, yaitu menyuruh Raymond Pierre Westerling dan atau Frans Najoan tersebut melakukan penyerbuan terhadap sidang Dewan Menteri Republik Indonesia Serikat yang akan diadakan pada tanggal tersebut di atas hari sore di gedung bekas Raad van Indie di pejambon, jakarta, di mana semua Menteri dan pejabat-pejabat agung Republik Indonesia Serikat akan hadir, serta menawan semua menteri, dengan mengadakan pidato pendek pada hadirin, dengan mengatakan, bahwa gerombolan APRA telah mengelilingi gedung tempat berapat, dan bahwa sesuatu perlawanan akan ditindas dengan kekerasan, dan selanjutnya mereka harus tetap tinggal diam saja, selanjutnya menembak mati Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IZ, Sekretaris Jenderal kementerian Pertahanan Meester Ali Budiardjo, kepala Staf Tentara Nasional indonesia Kolonel Simatupang, serta mengerahkan tenaga dan senjata yang dibutuhkan untuk semua itu
Subsidiair Lagi: Bahwa ia pada waktu di tempat dan dengan maksud seperti tersebut dalam pendakwaan subsidiair, telah berusaha untuk mendapatkan keterangan atau ikhtiar bagi Raymond Pierre Westerling dan Frans Najoan untuk melakukan pemberontakan tersebut di atas, ialah ia, terdakwa telah memberitahukan kepada Raymond Pierre Westerling dan Frans Najoan, bahwa pada tanggal tersebut kira-kira jam 17 sore akan diadakan sidang Dewan menteri di bekas gedung Raad van Indie di Pejambon Jakarta, di mana semua menteri akan hadir beserta pejabat-pejabat agung RIS, dan memberikan kepada Raymond Pierre Westerling dan Frans Najoan itu sebuah gambar daripada tempat sidang tersebut dengan dijelaskan tempat-tempat duduk para menteri, supaya Raymond Pierre Westerling dan Frans Najoan dapat melakukan penyerbuan terhadap sidang itu, dan menjalankan perbuatan-perbuatan seperti diterangkandi dalam pendakwaan subsidiar
Lebih Subsidiair Lagi: Bahwa ia pada waktu dan tempat tersebut di atas dalam pendakwaan subsidiar, dengan mempergunakan ikhtiar dan keterangan seperti diterangkan di atas, telah mencoba membujuk atau mempengaruhi Raymond Pierre Westerling dan Frans Najoan untuk melakukan pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu atau pembunuhan biasa, ialah dengan menembak mati ketika itu juga Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX, Kolonel Simatupang dan Meester Ali Budiardjo, yang akan menghadiri sidang Dewan Menteri seperti tersebut di atas dan melakukan perampasan kemerdekaan dengan melawan hak yaitu menangkap dan menahan menteri-menteri yang hadir pada sidang Dewan Menteri itu, akan tetapi kejahatan atau percobaan kejahatan itu tidak sampai jadi dijalankan
Perbuatan-perbuatan mana diatur dalam dan dapat dihukum menurut pasal-pasal 108 (1) No 2 jo 108 (2), 110 (2) No 2, 163 bis (1) semua jo Staatsblad 1945 No 135
Menimbang, bahwa Mahkamah Agung adalah berkuasa untuk memutuskan perkara pidana ini dalam pemeriksaan tingkatan pertama, berdasar atas pasal 148 Konstitusi Republik Indonesia Serikat juncto pasal 106 Undang Undang Dasar Sementara Republik indonesia junto Undang Undang Darurat 1950 No 29, yang telah menjadi Undang Undang tahun 1951 No 22 tanggal 3 Desember 1951 dengan berlaku surut sampai tanggal 27 Desember 1949, ini semua berhubung dengan sifat kejahatan-kejahatan yang dituduhkan pada terdakwa dan yang sebagian diancam dengan hukuman mati
Menimbang, bahwa terdakwa menyangkal telah berbuat salah sebagai dituduhkan sub primair, subsidiair dan subsidiair lagi
Bahwa terdakwa hanya mengakui telah melakukan perbuatan tersebut dalam bagian “lebih subsidiair lagi” dari surat tuntutan, dengan mengajukan hal-hal yang menurut pendapat terdakwa dapat membebaskannya
Menimbang, bahwa bagi Mahkamah Agung surat tuntutan Jaksa Agung adalah cukup jelas, oleh karena mudah dapat ditafsirkan seperti yang di bawah ini segera akan diterangkan, maka dari itu tangkisan pembela terdakwa harus ditolak
Menimbang, bahwa bagian primair dari surat tuntutan menyebutkan sebagai waktu melakukan kejahatan ialah bulan Januari 1950 dan sebagai tempat ialah Jakarta, sedang perbuatan-perbuatan
Yang dituduhkan ialah: dengan maksud untuk melawan pemerintah yang telah berdiri di Indonesia, menyerbu dengan menggabungkan diri pada gerombolan orang, antara lain Westerling, yang melawan kekuasaan pemerintah dengan senjata dan kemudian mengangkat senjata terhadap pemerintah dengan jalan mengadakan organisasi secara militer yang dinamakan APRA, yang dipimpin oleh Westerling, yang setelah Westerling mengadakan ultimatum terhadap pemerintah Pasundan, negara Bagian RIS, menyerang kesatuan Angkatan Perang RIS di Bandung dan menduduki kota itu, kemudian menyerang kesatuan Polisi Negara, ialah terdakwa sebagai pemimpinnya memegang oppercomamando, perbuatan mana termasuk kejahatan yang disebutkan dalam pasal 108 ayat 1 No 2 juncto ayat 2 KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)
Bahwa bagian subsidiair dari surat tunutan menyebutkan sebagai waktu melakukan kejahatan ialah tanggal 24 Januari 1950 dan sebagai tempat ialah Hotel Des Indes di Kota Jakarta, sedang perbuatan yang dituduhkan ialah: dengan maksud menyiapkan atau mempermudahkan pemberontakan tadi, yaitu menyuruh Westerling dan atau Najoan supaya menjalankan pemberontakan tadi, yaitu menyuruh Westerling dan atau Najoan melakukan penyerbuan terhadap semua menteri, menembak mati Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX, Sekretaris Jenderal Kementerian pertahanan Mr Ali Budiardjo dan kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Kolonel Simatuang, serta mengerahkan tenaga dan senjata yang dibutuhkan untuk semua itu, perbuatan mana termasuk kejahatan yang disebutkan dalam pasal 110 ayat 2 No 1 juncto pasal 108 ayat 1 No 2 KUHP.
Bahwa bagian subsidiair lagi dari surat tuntutan menyebutkan sebagai waktu dan tempat kejahatan ialah sama dengan bagian subsidiair, sedang perbuatan yang dituduhkan ialah: berusaha untuk mendapatkan keterangan atau ikhtiar bagi Westerling dan Najoan untuk melakukan pemberontakan, ialah memberitahukan kepada Westerling dan Najoan, bahwa pada hari itu juga tanggal 24 Januari 1950 jam 5 sore di gedung bekas Raad van Indie di Pejambon akan hadir semua menteri dan pejabat agung RIS dan memberikan gambar tempat sidang dan tempat duduk para menteri, supaya Westerling dan najoan dapat melakukan penyerbuan dan menjalankan perbuatan tersebut, perbuatan mana termasuk kejahatan yang disebutkan dalam pasal 110 ayat 2 No 2 juncto pasal 108 ayat 1 No 2 KUHP.
Bahwa bagian lebih subsidiair lagi dari surat tunutan menyebutkan sebagai waktu dan tempat kejahatan ialah sama dengan bagian subsidiair sedang perbuatan yang dituduhkan ialah: dengan mempergunakan ikhtiar tersebut di atas telah mencoba, membujuk atau mempengaruhi Westerling dan Najoan melakukan pembunuhan biasa atau dengan dirancangkan lebih dulu, ialah dengan menembak mati menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX, Klonel Simatupang dan Mr Ali Budiardjo yang akan menghadiri sidang dewan menteri tersebut dan merampas kemerdekaan dengan melawan hak, yaitu menangkap dan menahan menteri-menteri yang hadir, akan tetapi kejahatan dan percobaan kejahatan itu tidak sampai jadi dijalankan, perbuatan mana termasuk kejahatan yang disebutkan dalam pasal 163 bis juncto pasal 338, pasal 340 dan pasal 333 juncto pasal 53 dan pasal 55 KUHP.
Menimbang, bahwa tuduhan bagian primair yang pada pokoknya meliputi penyerbuan Bandung, disangkal sama sekali oleh terdakwa, yang mengatakan, bahwa ia sama sekali tidak campur tangan, bahkan tidak dapat campur tangan dalam hal penyerbuan Bandung itu, oleh karena tiada hubungan yang nyata dan tegas antara terdakwa dan gerombolan Westerling.
Menimbang, bahwa dari tuduhan bagian subsidiair diakui oleh terdakwa perbuatan, yang disebutkan disitu, yaitu: menyuruh Westerling dan Najoan melakukan penyerbuan terhadap sidang Dewan Menteri RIS di pejambon, serta menawan semua menteri, menembak mati Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX, Sekretaris Jenderal kementerian Pertahanan Mr Ali Budiardjo dan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Kolonel Simatupang, serta mengerahkan tenaga dan senjata yang dibutuhkan untuk semua itu, sedang yang disangkal oleh terdakwa ialah maksud untuk menyiapkan atau mempermudahkan pemberontakan oleh gerombolan westerling, jadi dengan lain perkataan, oleh terdakwa disangkal bahwa ia menggabungkan diri pada gerombolan Westerling.
Menimbang, bahwa mengenai maksud akan melakukan pemberontakan, perbedaan antara bagian primair dan bagian subsidiair dari surat tuntutan adalah berkisar pada tanggal 24 Januari 1950, yaitu bahwa dalam bagian primair terdakwa dituduh sudah menggabungkan diri pada gerombolan Westerling sebelum tanggal 24 Januari 1950, sedang bagian subsidiair memperbatasi tuduhan menggabungkan diri pada gerombolan Westerling itu pada tanggal 24 Januari 1950.
Menimbang, bahwa adanya gerombolan Westerling yang bermaksud akan mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah yang sah, adalah terbukti oleh keterangan di bawah sumpah di dalam sidang pengadilan dari saksi Najoan dan keterangan dari saksi Burger dalam pemeriksaan permulaan, yang dibaca dalam sidang pengadilan, dan juga tidak disangkal oleh terdakwa.
Menimbang, bahwa dari pengakuan terdakwa dimuka sidang pengadilan, yang dikuatkan oleh keterangan saksi Najoan, terbukti dengan nyata, bahwa pada tanggal 24 Januari 1950 di Hotel Des Indes di Kota Jakarta, terdakwa memberi perintah kepada Westerling dan Najoan, supaya menyerbu Dewan menteri yang akan bersidang pada hari itu juga di gedung Dewan Menteri di Pejambon, supaya menawan para menteri dan menembak mati tiga orang pejabat agung, yaitu Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX, Sekretaris Jenderal Mr Ali Budiardjo dan kepala Staf tentara Nasional Indonesia Kolonel Simatupang.
Menimbang, bahwa menurut pengakuan terdakwa dan keterangan saksi Najoan dalam sidang pengadilan, perintah terdakwa ini didahului oleh kemarahan terdakwa terhadap Westerling mengenai hal penyerbuan Bandung, yang dilakukan oleh gerombolan Westerling atas perintah Westerling pada tanggal 23 Januari 1950.
Menimbang,m bahwa adanya kemarahan dan perintah ini, disambung dengan kenyetaan, bahwa Westerling tunduk pada kemarahan dan perintah itu, hanya dapat dimengerti, apabila pada waktu itu, yaitu pada tanggal 24 Januari 1950 ada hubungan organisatoris antara gerombolan Westerling dan terdakwa.
Menimbang, bahwa untuk pembuktian tentang adanya hubungan itu sebelum tanggal 24 Januari 1950 bagi Mahkamah Agung hanya tersedia dua penunjukkan, yaitu ke 1 keterangan saksi Najoan dan Burger, bahwa oleh Westerling pernah disebutkan nama terdakwa sebagai orang yang turut serta pada gerombolan Westerling itu, ke 2 pengakuan terdakwa, bahwa sebelum tanggal 24 Januari 1950 itu pernah ditawarkan oleh Westerling, penawaran mana ditolak oleh terdakwa dan kemudian akan diterima oleh terdakwa akan tetapi dengan syarat-syarat tertentu, yang ternyata belum dipenuhi oleh Westerling.
Menimbang, bahwa dua penunjukkan ini adalah sangat kabur dan belum meyakinkan Mahkamah Agung, bahwa sebelum tanggal 24 Januari 1950 sudah ada hubungan organisatoris antara terdakwa dan gerombolan Westerling, maka dengan ini terdakwa tidaklah dapat dipertanggungjawabkan atas penyerbuan Bandung dan ia harus dibebaskan dari tuduhan bagian primair
Menimbang, tentang tuduhan bagian subsidiair, bahwa, oleh karena Mahkamah Agung sudah menganggap ternyata, bahwa pada tanggal 24 Januari 1950 ada hubungan organisatoris antara terdakwa dan gerombolan Westerling, yang seperti telah dikatakan di atas, terang bermaksud akan mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah yang sah, ditambah dengan pengakuan terdakwa tersebut di atas dan dikuatkan pula oleh keterangan saksi Najoan, ditambah lagi dengan keterangan-keterangan di bawah sumpah di dalam sidang pengadilan dari saksi-saksi Hamengku Buwono, Mr Ali Budiardjo dan Simatupang, terbuktilah secara sah dan Mahkamah Agung juga mendapat keyakinan, bahwa terdakwa salah melakukan kejahatan yang dituduhkan dalam bagian subsidiair dari surat tuntutan, dan oleh karena itu ia harus dihukum.
Menimbang, tentang berat atau entengnya hukuman, bahwa di samping hal-hal yang memberatkan terdakwa juga ada hal-hal yang mengentengkannya.
Menimbang, bahwa hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah:
a. Percobaan pemberontakan ini dilakukan pada waktu Negara Indonesia masih dalam keadaan bahaya
b. Terdakwa sendiri pada waktu itu adalah Menteri Negara, jadi sebagian dari pemerintah
c. Terdakwa harus tahu, bahwa Negara Indonesia sebagai negara muda masih belum kuat kedudukannya, maka ia harus tahu, bahwa tindakannya adalah betul-betul membahayakan negara
d. Kenyataan, bahwa terdakwa mempergunakan seorang asing, yaitu Westerling, yang sekiranya tidak suka pada kemerdekaan Negara Indonesia dan maka dari itu tentunya tidak segan untuk melenyapkan kemerdekaan itu
e. Sifat perseorangan yang terselip dalam kasud terdakwa, yaitu untuk sendiri, menjadi Menteri Pertahanan
Menimbang, bahwa hal-hal yang mengentengkan terdakwa adalah sebagai berikut:
a. Pengakuan terdakwa atas sebagian kesalahannya, yang menyebabkan pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan berjalan lancar
b. Terdakwa kelihatan sangat menyesal atas perbuatan yang ia akui itu
c. Terdakwa berusaha mencapai suatu cita-cita, yaitu federalisme dalam ketatanegaraan Indonesia
d. Pada akhirnya sama sekali belum ada korban yang nyata dari tindakan terdakwa
e. Dapatlah dimengerti, bahwa terdakwa adalah sangat kecewa dalam hatinya akan kedudukannya yang sangat kurang penting dalam pemerintahan RIS, yaitu hanya sebagai Menteri Negara, yang sama sekali tidak bertugas penting
Menimbang, bahwa dengan mengingat hal-hal tersebut di atas, terdakwa harus mendapat hukuman, yang akan disebutkan di bawah ini, dengan memperhitungkan waktu selama terdakwa berada di dalam tahanan sebagai hukuman juga.
Menimbang, bahwa berhubung dengan kedudukan terdakwa dalam masyarakat, ada alasan untuk menentukan, bahwa kepada terdakwa sebagai seorang hukuman tidak akan diberikan pekerjaan di luar gedung penjara
Mengingat peraturan-peraturan Undang Undang yang bersangkutan, terutama pasal 10 ayat 2 No 1 juncto pasal 108 ayat 1 No 2 KUHP juncto Staatsblad 1945—135
Memutuskan
Menyatakan, bahwa terhadap terdakwa
Sjarif Hamid Algadrie
pemeriksaan di muka sidang pengadilan tidak memperoleh bukti yang sah dan meyakinkan tentang kesalahannya atas kejahatan yang dituduhkan kepadanya dalam bagian primair dari surat tunutan
Membebaskan terdakwa dari tuduhan tersebut
Mempersalahkan terdakwa melakukan kejahatan
Dengan maksud untuk mempersiapkan kejahatan pemberontakan, mencoba menggerakkan orang lain untuk melakukan kejahatan pemberontakan itu, dilakukan dalam keadaan perang
Menghukum terdakwa oleh karenanya menjalani hukuman penjara selama
Sepuluh Tahun
Menentukan, bahwa hukuman itu akan dikurangi dengan waktu selama terhukum berada di dalam tahanan
Menetapkan, bahwa terhukum tidak boleh dipekerjakan di luar gedung penjara
Menetapkan pula, bahwa terhukum harus memikul segala biaya-biaya dalam perkara pidana ini, kecuali mengenai hal yang terdakwa dibebaskan dari tuduhan, biaya mana akan dipikul oleh negara
Memerintahkan, supaya barang-barang bukti yang berwujud surat-surat akan tetap digabungkan pada berkas-berkas perkara, dan supaya barang-barang lain harus segera dikembalikan: satu karabijn kepada sadeli, dua revolver serta peluru-pelurunya kepada terhukum
Demikianlah diperbuat pada rapat permusyawaratan yang diadakan pada hari Selasa tanggal 7 April 1953 dan diumumkan pada hari Rabu tanggal 8 April 1953 oleh kami: Mr Wirjono Prodjodikoro, Ketua dengan dihadiri oleh Mr Satochid Kartanegara dan Mr Hussein Tirtaamidjaja. Anggota-anggota dan Ranu Atmadja, Panitera dari Mahkamah dan pembela
*) Seperti umum telah mengetahui, Sultan Hamid II telah memajukan permintaan grasi pada Presiden, permintaan mana dengan Keputuan Presiden tanggal 3 September 1953 No 923/G ditolak
Sabtu, 12 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar