DIGOEL SARANG NYAMUK MALARIA
Oleh: Syafaruddin Usman MHD
Ternyata ada dua maksud mengapa Gudang Arang dipakai sebagai tempat membuang orang-orang yang tidak disukai. Apabila sungai banjir, daerah Gudang Arang akan terendam banjir, dan sama sekali menjadi tempat yang tidak memenuhi syarat sebagai tempat pemukiman. Tapi dari sudut pandang keamanan, bagi pemerintah kolonial, hal itu merupakan keadaan yang jauh lebih buruk. Gudang Arang terletak di suatu tempat yang, bagi tahanan politik yang dibuang ke sana, bisa kembali ke Tanah Merah dan kembali lagi ke Gudang Arang dalam waktu satu malam, dan dengan demikian bisa melakukan kontak dengan teman-temannya.
Pada tahun-tahun permulaan oposisi terhadap penguasa masih sangat tinggi, sehingga penguasa pun tentu saja tidak senang terhadap terjalinnya hubungan antara Gudang Arang dan Tanah Merah. Padahal tahanan politik dipindah ke daerah hilir justru dengan maksud untuk mencegah agar tidak bisa lagi memengaruhi sesama tahanan politik lainnya.
Digoel terkenal buruk karena malarianya. Dalam tiga bulan pertama sesudah pemukiman untuk tahanan politik yang diasingkan ini dibuka, jelas sekali bahwa kegiatan pembasmian penyakit, khususnya malaria, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Barangkali kekejaman yang biasa dilakukan pemerintah kolonial dalam menindas pemberontakan 1926-1927, menyebabkan para tahanan politik menjadi sangat antipati terhadap penguasa di Digoel, sehingga mereka tidak mau bahkan untuk minta perawatan kesehatan yang tersedia, meskipun dalam bentuknya yang sangat terbatas. Tapi barangkali juga karena fasilitas itu sendiri sangat tidak memadai apabila dibandingkan dengan gawatnya serangan malaria, sehingga keadaannya menjadi tidak bisa dikendalikan.
Apa pun penyebabnya selama periode dari Juni 1928 sampai Desember 1930, terdapat 161 tahanan politik terserang penyakit demam hitam, suatu jenis malaria tropika yang sangat hebat, air kencing menjadi berwarna hitam karena darah sebagai akibat kerusakan organ tubuh di dalam. Rumah Sakit Tanah Merah tidak bisa menangangi pasien yang begitu banyak, sehingga sekitar 20 pasien di antaranya dikirim ke rumah sakit Ambon pada tahun 1931. Beberapa pasien yang mati dari pasien ini tidak bisa disebutkan, karena statistik tentang kematian di kalangan tahanan politik di Digoel sangat jauh dari lengkap.
Ada catatan tentang matinya 44 orang tahanan politik sampai Februari 1931, tapi tanpa diberikan catatan tentang penyebab kematian mereka. Ada lagi catatan lain dari sekitar waktu yang sama, bahkan tentang liputan waktu juga tidak jelas, yang menyatakan kematian tidak lebih dari 16 orang, dengan penyebab yang sangat berbeda-beda. Dinyatakan, beberapa orang mati sebagai akibat demam hitam, beberapa lainnya karena tuberkulosis, ada lagi yang karena dimakan buaya, yang lain lagi karena tenggelam di sungai, dan bahkan ada yang karena bunuh diri atau konon dibunuh.
Ketika Digoel masih baru dibuka, terdapat berbagai macam pekerjaan di lapangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Tapi sementara itu juga banyak terjadi pertikaian di antara orang-orang yang terkait dalam pekerjaan tersebut. Nama organisasi yang dibentuk di Digoel kebanyakan dalam nama Belanda, walaupun pada kenyataannya seandainya nama asing itu boleh dipilih, banyak alasan orang akan memilih nama dalam bahasa Inggris. Karena di tempat pengasingan itu banyak tahanan politik yang belajar bahasa Inggris.
Organisasi itu antara lain Bond van Geemployeerden, yaitu perhimpunan para tahanan politik yang bekerja pada pemerintah kolonial sebagai guru, juru gambar, juru rawat, dan lain-lain. Juga terdapat Kunst Kring Digoel atau Lingkaran Seni Digoel dan Digoelsche Sportsclub atau DCS. Ada organisasi-organisasi sejenis lainnya lagi yang didirikan oleh para tahanan politik.
Beberapa orang yang dahulu pernah ikut di dalam kelompok kaum komunis yang mengorganisasi pemogokan umum yang gagal, tidak mendapat manfaat apa-apa bagi gerakan nasional selain pemenjaraan atas ribuan aktivis dan dibukanya Digoel itu sendiri untuk menampung sementara mereka, mengusulkan kepada pemerintah sipil di Tanah Merah untuk mendirikan Centrale Raad Digoel Dewan Pusat Digoel. Mereka mengusulkan agar uang yang dikeluarkan untuk tahanan politik diserahkan kepada organisasi ini, yang selanjutnya akan mengambilalih urusan administrasi pemukiman tahanan politik dan distribusi uang sesuai dengan pelayanan yang diberikan masing-masing bagi komunitas.
Tentu saja pemerintah kolonial tidak pernah mau menerima rencana semacam itu, yang hanya meninggalkan persoalan pelanggaran kriminal terhadap hukum yang ada di tangan mereka. Penggagas rencana itu bertingkah seakan mereka siap menjadi penghuni tetap Digoel, seakan-akan mereka akan bisa menjadi rekanan untuk transmigran di masa kemudian.
Rumah sakit di Tanah Merah diberi nama dengan mengikuti nama Ratu Wilhelmina, dan merupakan satu-satunya lembaga yang memberikan layanan kesehatan untuk seluruh wilayah Digoel Atas. Tentu saja jangan dibandingkan rumah sakit ini dengan rumah-rumah sakit lainnya dari waktu yang sama di beberapa kota di Jawa, apalagi dengan rumah sakit yang ada di kota-kota Indonesia pada zaman sekarang.
Namun begitu, betapapun miskinnya fasilitas, betapapun juga terbatasnya anggaran biaya serta staf, Rumah Sakit Wilhelmina tidak abai pada tugas kemanusiaannya dan memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan syarat-syarat yang ada saat itu, dan dengan mengingat letaknya kamp tahanan para tahanan politik itu. Tapi pelayanan rumah sakit ini tidak Cuma-Cuma. Ada tarif khusus bagi mereka, karena pasien dipungut bayaran untuk makan mereka, hanya obat-obatan dan perawatan diberikan gratis. Skala tarif disesuaikan dengan pendapatan pasien yang berbeda-beda.
Harga kebutuhan sehari-hari di Tanah Merah bisa berkali-kali lipat dari harga di Jawa untuk jenis barang yang sama. Tentu saja karena terisolasinya daerah inilah yang menjadi sebab tingginya harga. Dan ini berakibat bagi sebagian besar pekerja yang sangat dibutuhkan di tempat pengasingan itu menjadi sangat berat terbebani. Tentu saja hampir semua pekerja harian ini orang Indonesia, dan di antara mereka banyak yang tahanan politik, hanya dokter saja yang orang Belanda atau orang Tionghoa.
Sabtu, 12 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar