MEREBUT BENGKAYANG
Oleh: Syafaruddin Usman MHD
Bertempat di rumah kediaman dr Salikan di Singkawang, pada 13 November 1945 diadakan sebuah rapat kilat. Rapat dipimpin dr Salikan tersebut dengan tujuan membentuk sebuah biro perjuangan. Pertemuan ini dihadiri sejumlah pemuda dan tokoh pemuka masyarakat. Rapat berhasil melahirkan sebuah organisasi perjuangan yang selanjutnya diberi nama "Barisan Pemberontak Republik Indonesia" disingkat BPRI, dengan pusat komando di Singkawang. Dalam rapat malam itu juga berhasil dirumuskan sebuah susunan kepengurusan BPRI. dr Salikan ditetapkan selaku Penasihat, Wan Abas sebagai Ketua. Wakill Ketua Bero Martosutigno, Mas Zaenal Abidin selaku Sekretaris. Kepengurusan lainnya dilengkapi pula dengan beberapa seksi, diantaranya Seksi Propaganda dan Penyelidikan Uray Usman, Seksi Pemuda dipercayakan kepada Sukimin, Sarimin, Tillah Wijaya dan Uray Dahlan M Suka.
Akhir November 1945 beberapa pemuda dari daerah datang ke Pontianak untuk mengadakan perundingan. Pada 5 Desember 1945 di rumah kediaman Muchsim kembali dilakukan sebuah pertemuan yang bertujuan untuk menentukan langkah selanjutnya. Rapat dipimpin Alianyang berhasil mengambil tiga keputusan yang sangat penting. Pertama, segera mengadakan pemberontakan serentak di seluruh Kalimantan Barat, hanya waktunya belum ditentukan. Kedua, persia¬pan-persiapan di daerah harus selekas mungkin disiapkan. Ketiga, pemberontakan serentak di seluruh Kalimantan Barat dilaksanakan setelah adanya instruksi dan koordinasi dari Pontianak.
Pertengahan Februari 1946, atas perintah dari dr M Soedarso dan R Soekotjo Katim, Alianyang menuju ke daerah Pantai Utara (daerah Kabupaten Sambas sekarang). Tujuannya untuk melakukan koordinasi seluruh persiapan, guna me1aksanakan pemberontakan bersenjata di Kalimantan Barat sebagaimana direncanakan semula. Awal April 1946, setelah melalui sebuah rapat di bawah pimpinan Alianyang, berhasil dibentuk sebuah organisasi perjuangan bersenjata. Organisasi ini selanjutnya dikenal luas dengan nama "Barisan Pemberontakan In¬donesia Kalimantan Barat" yang disingkat dengan BPIKB.
Pusat komando BPIKB ditetapkan berkedudukan di Bengkayang. Selain itu, juga ditetapkan susunan kepengurusan BPIKB, dengan Penasehat Dr. M Soedarso dan R Soekotjo Katim, Ketua (Komandan) Alianyang, Wakil Komandan (Wakil Ketua) Bambang Ismojo, Ajudan Tillah Widjaja, Kepala Staf Alibaruddin, Perlengkapan Karlan Kartodimedjo, Perbekalan Dahlan Saleh, Penyelidikan Yakob Achmad dan Seksi Perhubungan dipercayakan kepada Sukimin dan Achmad Djajadi.
Dalam suatu rapat yang diadakan BPIKB ditetapkan, bahwa pemberontakan bersenjata untuk wilayah Sambas dipusatkan di Bengkayang dengan mengupayakan merebut Bengkayang dari tangan tentara NICA-Belanda. Dipilihnya Bengkayang sebagai sasaran dan titik fokus pemberontakan, karena Bengkayang selain merupakan pusat tentara NICA di Sambas, Bengkayang juga strategis. Pertimbangan lainnya, Bngkayang dapat diserbu dari segala arah oleh Lasykar BPIKB yang berada di Mempawah, Seluas, Sanggau Ledo, Darit, Ngabang, Singkawang dan beberapa tempat terdekat. Pertimbangan lain, apabila pemberontakan itu mengalami kegagalan, lasykar BPIKB akan dapat dengan mudah meloloskan diri ke hutan-hutan untuk selanjutnya mengadakan gerilya.
Guna mengatur strategi penyerangan Bengkayang, pertengahan Maret 1946 Alianyang datang ke Bengkayang. Bersama Alianyang turut serta berangkat ke sana Zainuddin, Hamid, Arifin Tarif dan Sarimin. Mereka semua sebelumnya lebih dahulu menyinggahi Singkawang, dan di Bengkayang ditempatkan di rumah kediaman Dahlan Saleh dari Mad Hasan. Dalam pertemuan itu dirumuskan suatu pembagian tugas komando, untuk mengatur pimpinan, strategi di Bengkayang dipercayakan kepada Alibaruddin BPIKB Bengkayang. Sedangkan Komandan Seksi Komando BPIKB Sungai Kunyit A Murrad Razak ditugaskan mengadakan penghadangan di ruas jalan yang menghubungkan Mempawah dengan Singkawang. Sedangkan Komando sektor BPIKB Mempawah di bawah pimpinan Abdullah Muhammad ditugaskan menghancurkan jembatan Kuala Mempawah.
Setelah perundingan dianggap usai, Zainuddin, Hamid dan Sarimin meninggalkan Bengkayang. Alianyang bertahan di Bengkayang untuk terus mengatur strategi selanjutnya. Pertemuan kembali dilakukan. Kali ini dipilih lokasi di pinggir Sungai Sebalo sekitar pukul 07.00 malam. Pertemuan berlangsung antara Alianyang dan pimpinan BPIKB Bengkayang, di antaranya Alibaruddin (Ketua), Fadil Djabir (Wakil Ketua), Dahlan Saleh (Seksi Propaganda dan Pertolongan), Yakob Achmad (Seksi Perhubungan) dan Karlan Kartodimedjo (Pemerintah dan Keuangan). Dalam pertemuan itu disepakati untuk melakukan penyerangan pada 31 Agustus 1946, bertepatan dengan hari besar Welhelmina. Direncanakan, semua anggota lasykar BPIKB pada waktu yang ditentukan memakai baju yang dikeluarkan, dan masing-masing membawa pisau belati serta berkain sarung. Serangan dilakukan secara mendadak di saat tentara NICA tengah mengadakan parade.
Namun rencana itu ternyata gagal. Persis pada hari peringa¬tan Welhelmina, penjagaan oleh tentara NICA-Belanda begitu ketat. Gerak-gerik rakyat diamati dengan seksama, sedangkan mereka yang dicurigai segera diamankan. Meski menemui kegagalan demikian, rencana untuk merebut Bengkayang terus berlanjut. Untuk menghim¬pun kekuatan dalam menyerbu Bengkayang BPIKB telah mengutus Achmad Djajadi dan Sukimin unruk menemui pimpinan pergerakan bersenjata di Landak Ngabang. Di Ngabang telah terbentuk organi¬sasi pergerakan bersenjata dengan nama "Gerakan Rakyat Merdeka" yang disingkat Geram.
Pertengahan September 1946, Alianyang mendatangi Uray Dahlan M Suka dan Tillah Widjaja untuk memperkuat basis pertahan di Desa Sebalo, 12 Km dari Bengkayang. Untuk suatu kordinasi, ketiganya mengadakan suatu pertemuan di rumah kediaman Uray Urip. Sepekan kemudian, datang Kapten Bambang Ismojo. Bambang Ismojo adalah pimpinan Pasukan BPIKB Sambas, kedatangannya secara khusus diurus oleh Uray Abdurrachman.
Setelah dilakukan suatu koordinasi, selanjutnya dilanjutkan perjalanan menuju Kendaik dan Tenguwe. Di Tenguwe lasykar BPIKB menemui Panglima Busu dan Ya' Hafiz. Selanjutnya Tillah Widjaja dan Budjang Pin kembali ke Sebalo, sedangkan Sukimin meneruskan perjalanan ke Ngabang, guna menyampaikan rencana penyerangan Bengkayang kepada pimpinan Geram di Ngabang. Setibanya Tillah Widjaja dan Budjang Pin di Sebalo, segera dikirim utusan ke Bengkayang untuk menyampaikan hasil koordinasi layskar BPIKB dengan Pimpinan Geram di Ngabang.
Saat bersamaan, tentara NICA-Belanda di Bengkayang sedang melakukan kunjungan ke Singkawang. Mendengar informasi tersebut, Tillah Widjaja, Budjang Pin dan Tamin kembali ke Kendaik untuk menjumpai Bambang Ismojo dan Uray Dahlan M Suka yang masih berada di sana. Bambang Ismojo segera melakukan koordinasi dan berhasil mengumpulkan sekitar tujuh puluh orang masyarakat. Saat itu juga perjalanan menuju Sebalo segera dilakukan. Penyerbuan direncanakan pada tengah malam 8 Oktober 1946, dengan sasaran rumah kediaman Controleur, kemudian Pos Polisi serta Sentral Telepon Bengkayang.
Sebelum Bengkayang diserang, pimpinan pasukan BPIKB Singkawang telah menginstruksikan seluruh pasukan di daerah pesisir selatan scperti Sungai Kunyit dan Sungai Duri untuk menghadang pasukan tentara NICA-Belanda yang datang dari arah Mempawah menuju Singkawang. Penghadangan itu dilakukan dengan menyusun batang-batang kelapa di tengah ruas jalan dan sekaligus melakukan penyerbuan di saat konvoi tentara NICA-Belanda tengah terhambat perjalanannya. Di Bengkayang suasana semakin mencekam. Satu persatu pasukan di bawah pimpinan Bambang Ismojo memasuki Bengkayang. Sebelum pukul 24.00 tengah malam, lasykar BPIKB sudah berada di dalam Kota Bengkayang.
Pada waktu yang telah ditentukan, serangan mendadak segera dilancarkan. Hal itu rnenyebabkan anggota Polisi dan penjaga tangsi militer tak dapat membendung serbuan lasykar BPIKB. Akibatnya, tak ada perlawanan yang dilakukan oleh aparat NICA-Belanda tersebut. Seluruh Kota Bengkayang dapat dikuasai dan diduduki. Controleur, Polisi dan pegawai-pegawai yang dicurigai ditangkapi satu persatu untuk selanjutnya diamankan. Istri controleur, Nyonya Loez Caridozo ditahan di rumahnya dan dikawal serta diperlakukan dengan baik.
Dalam merebut Kota Bengkayang, tak terdapat korban yang jatuh di pihak lasykar BPIKB. Para tahanan NICA-Belanda yang berada di penjara segera dibebaskan. Seorang di antara tahanan yang dibebaskan adalah Marzuki. Selanjutnya pada malam itu juga, Marzuki ditugaskan berangkat ke Sambas untuk memberitahukan bahwa Bengkayang telah diserang dan berhasil diduduki. Pada tengah malam 8 Oktober 1946, setelah berhasil menduduki Bengkayang, diadakan pengibaran bendera Merah Putih. Bendera tersebut didapatkan dari bendera Belanda dengan terlebih dahulu disobek warna birunya oleh Dahlan Saleh.
Kabar tentang telah berhasilnya menduduki Bengkayang segera dikirim Alibarudin dengan sandi "Aminah Telah Melahirkan Bayi Laki-¬laki" ke Singkawang. Namun upaya itu mengalami kegagalan. Gagalnya pengiriman sandi tersebut kelaknya ternyata membawa dampak fatal terhadap pendudukan Kota Bengkayang selanjutnya.
Sementara itu, Bambang Ismojo mengatur strategi penjagaan dalam kota Bengkayang, agar tetap aman dan terjamin. Pertahanan diatur sedemikian rupa untuk menghindari gempuran dari ten tara NICA-Belanda. Pos pertahanan didirikan di Teriak. Pasukan di sini dipimpin Tillah Widjaja dan Njoto, mereka bertugas untuk menghadapi kedatangan bala bantuan tentara NICA dari arah Ngabang dan Pontianak. Satu pos pertahanan lagi juga didirikan di Gunung Pendering dipimpin Abdul Karim dan Musim.
Keesokan harinya, 9 Oktober 1946 sekitar pukul 04.00 dini¬hari, dengan mempergunakan kendaraan truk dikirim sepasukan Lasykar BPIKB menuju Ledo dan Sansak di bawah pimpinan Karlan Kartodimedjo, Yakob Achmad serta Ngadinun. Tugas utamanya adalah untuk mengambil alih pemerintahan di kedua tempat itu dan melaku¬kan koordinasi selanjutnya. Semua persenjataan polisi berhasil dilucuti. Di Sanggau Ledo, seteah mengambil alih pemerintahan di sana, dilakukan sebuah pertemuan yang bertempat di Gedung Imazu. Pimpinan BPIKB Sanggau Ledo Sjahri Rasip selanjutnya ditugaskan ke Seluas untuk menyampaikan peristiwa di Bengkayang.
Setelah seluruh tugas selesai, Karlan Kartodimedjo bersama pasukannya kembali ke Bengkayang dengan membawa seorang tawanan M. Djohansjah, Assisten Demang Sanggau Ledo. Ia ditahan karena memihak kepada NICA-Belanda dan juga dinilai merintangi gerakan perjuangan BPIKB. Kota Bengkayang berhasil diduduki selama sekitar delapan belas jam sejak 8 Oktober 1946. Untuk mempertahankan Bengkayang dari serbuan tentara NICA-Belanda, Bambang Ismojo selanjutnya menempatkan pasukan menjadi tiga bagian. Masing-masing di Gunung Pendering, Kota Bengkayang dan Teriak.
Sekitar pukul 10.00 pada 9 Okrober 1946, Alibarudin dan Tamin dengan mengendarai truk milik A. Sip, mengadakan pemeriksaan pasukan di Gunung Pandering sekaligus membawa suplay makanan untuk pasukan di sana. Untuk menambah kekuatan, Uray Dahlan M Suka dengan kendaraan truk menuju Sanggau Ledo. Mereka berangkat sekitar pukul 14.00 siang meninggalkan Bengkayang. Sekitar pukul 16.00 Bambang Ismojo bersama dua orang pengikut dan seorang sopir melakukan pengawasan terhadap front pertahanan di Gunung Pandering. Sekitar 2 Km setelah meninggalkan Bengkayang di Bukit Termenuk, pasukan Bambang Ismojo berhadapan dengan convoi bala bantuan tentara NICA-Belanda. Pasukan NICA-Belanda ini telah berhasil menerobos dan memporak porandakan pertahanan di Gunung Pandering.
Kontak senjata tak dapat dihindarkan. Bambang Ismojo dengan pasukannya bertahan habis-habisan. Dalam pertempuran itu, Bambang Ismojo tewas. Jenazah Bambang Ismojo segera dibawa tentara NICA-Belanda ke Singkawang. Jenazahnya diletakkan begitu saja dalam sebuah jeep yang digandeng dan diarak keliling Singkawang menuju tanah pekuburan Kampung Sekip Lama. Mayat Bambang Ismojo diturunkan dan dibiarkan tergeletak begitu saja di tanah. Sementara itu, Tillah Widjaja dan pasukannya yang mempertahankan pos Teriak dalam posisi terjepit. Tillah Widjaja akhirnya berhasil ditangkap NICA-¬Belanda.
Sebelum waktu Maghrib, Bengkayang akhirnya berhasil direbut kembali oleh NICA-Belanda. Uray Dahlan M Suka yang akan mengirim pasukan dari Sanggau Ledo ke Bengkayang terIebih dahulu menanyakan keadaan melalui telepon. Jawaban yang didapatkan dari teleponis yang menerima suara Uray Dahlan M Suka mengatakan keadaan di Bengkayang aman. Namun sebetulnya, saat itu Kota Bengkayang sudah dikuasai tentara NICA-Belanda kembali.
Setibanya di Jembatan Patok, rombongan Uray Dahlan M Suka diserang dengan gencar oleh tentara NICA-Belanda, akibatnya sebanyak 25 orang dari 27 orang anggota lasykar BPIKB tersebut gugur. Sedangkan dua orang lainnya dalam keadaan cidera berhasil meloloskan diri melalui semak belukar.
Dengan didudukinya kembali Bengkayang oleh tentara NICA-Belanda, Alianyang selaku Komandan BPIKB selanjutnya menuju ke Sempadian, Pemangkat dan langsung bergabung dengan barisan pemberontakan setempat. Sementara. Fadil Jabir dan Ngadinun menuju Singkawang, diperjalanan Ngadinun tertangkap oleh serdadu NICA-Belanda. Fadil Jabir dapat melolos¬kan diri, kemudian dengan mempergunakan kapal layar menuju Singa¬pura dan dari Singapura menuju ke Pulau Jawa meneruskan perjuangan di seberang.
Mengingat kondisi Kota Bengkayang sudah diisolir ketat oleh penjagaan tentara NICA-Belanda, Alibarudin bcrsama rekan-rekannya yang lain seperti Dahlan Saleh, Karlan Kartodimedjo, Jakob Achmad, Musiman, Ali Mahmud dan beberapa orang lainnya menuju ke wilayah Landak. Setelah Bengkayang diduduki kembali oleh NICA-Belanda, mereka kemudian melancarkan sebuah operasi pembersihan dengan sasaran Sanggau Ledo. Dalam pembersihan yang dilancarkan itu, sebuah kontak senjata antara pihak NICA-Belanda dengan lasykar BPIKB pun terjadi. Dalam pertempuran itu seorang pemuda mengalami luka parah.
Satu regu pasukan dari arah Sungai Duri di bawah pimpinan Bagong Taha dan Achmad yang merencanakan untuk membantu mempertahankan Kota Bengkayang dengan melalui jalan masuk ke Jelandang, kemudian ke Tunang dan dari Tunang untuk memasuki Bengkayang, menemui kegagalan. Sebelum memasuki Kota Bengkayang mereka mendapatkan inforrnasi bahwa Bengkayang sudah dijaga ketat dan telah dikuasai kembali oleh tentara NICA-Belanda.