Minggu, 04 Oktober 2009

DENYUT NADI REVOLUSI KEMERDEKAAN KALIMANTAN BARAT (IV)

PENYERBUAN TANGSI MILITER SAMBAS
Oleh: Syafaruddin Usman MHD

Sejak Kota Bengkayang berhasil dikuasai kembali oleh tentara NICA-Belanda, lasykar BPIKB yang memusatkan pemberontakannya di kota tersebut berpencar mengundurkan diri hingga ke daerah Lan¬dak. Hal itu dilakukan oleh Alibarudin, Karlan Kartodimedjo, Dahlan Saleh, Yakob Achmad dan Ali Mahmud. Perjalanan terus mereka lakukan dari Bengkayang menuju Darit dengan terlebih dahulu menerobos penjagaan ketat di seki tar Perigi.

Di Darit, pimpinan pergerakan di sana Kimas Akil Abdurrach¬man menyarankan agar rombongan Alibaruddin tersebut untuk segera berangkat dan menggabungkan diri menuju ke Jatak. Oleh Kimas Akil Abdurrachman diberitahukan, bahwa para pemuda di Jatak tengah mengadakan suatu persiapan guna merebut kembali Kota Ngabang setelah pecah pertempuran di Ngabang 10 Oktober 1946. Pimpinan pergerakan pemuda yang dipusatkan di Jatak dipimpin oleh abang kandung Kimas Akil Abdurrachman sendiri, yaitu Merseb Abdurrach¬man. Tak berapa lamanya berada di Darit, di mana Darit telah dikuasai oleh para pemuda dan lasykar Geram di bawah pimpinan Kimas Akil Abdurrachman, rombongan Alibarudin selanjutnya dengan perantara pemuda dari Jatak melanjutkan perjalanan menuju Kuala Behe, pusat pergolakan Geram di Air Besar.

Sementara itu Alianyang telah tiba di Kampung Semperiuk. Di sana bersama Yusuf Harun, Mustafa Maruf dan Masum (Kepala Kampung Semperiuk), Alianyang mengadakan suatu pertemuan. Dalam pertemuan itu Alianyang mengatur strategi untuk melakukan kembali pergerakan guna mengacaukan keadaan NICA-Belanda. Untuk mematangkan rencananya terscbut, beberapa kali dilakukan pengamatan terhadap kekuatan persenjataan maupun kesiapan tentara NICA-¬Belanda. Namun, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa keadaan untuk maksud tersebut sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan.
Alianyang selanjutnya menuju ke Tekarang. Di Kampung Tekarang malam harinya Alianyang bersama sejumlah pemuda setempat kembali mengadakan suatu pertemuan di rumah kediaman Samirie H Nalo. Sebelum menginap dirumah kediaman Mahran Nakdum, Alianyang bermukim di rumah Samirie dengan tujuan untuk kembali menyusun kekuatan. Tempat yang dipilih Alianyang untuk rnengadakan pertemuan-pertemuan membahas rencana semula dipilih di daerah yang sangat terpencil.

Dari Tekarang, Alianyang kemudian atas petunjuk H. Taufik menuju ke Kampung Pedada, Teluk Keramat. Pedada merupakan sebuah desa yang letaknya terpencil namun sangat stra¬tegis. Di tempat ini kemudian dibentuk sebuah lasykar pergolakan dengan Alianyang selaku komandan pasukan dan Samirie H Nalo selaku wakil komandan.

Kehadiran Alianyang di Kampung Sempadian kemudian diketahui para pelaku pemberontakan lainnya. Pimpinan pemberontakan Sambas Mochtar H Muchsin, pimpinan pemberontakan Kartiasa H Sjarie H Dachlan dan pimpinan pemberontakan Sejangkung Nahari pada 1 Januari 1949 datang menemui Samirie H Nalo di Tekarang. Pada permulaan 1949 itu, mereka menyampaikan maksud kepada Samirie H Nalo untuk menggalang kembali kekuatan yang terpencar. Tujuannya adalah untuk melakukan suatu gerakan guna mengacaukan keberadaan tentara NICA-Belanda. Sasaran yang akan dituju adalah tangsi militer NICA-¬Belanda yang berada di Sambas.

Dalam waktu singkat diadakan sebuah perundingan untuk mematangkan rencana semula. Perundingan antara Alianyang dengan Samirie H Nalo, Mochtar H Muchsin, Sjarie H Dachlan dan Nahari berlangsung di muara Sungai Sempadian dan kata sepakat untuk menyerbu tangsi militer NICA-Belanda di Sambas dalam waktu sele¬kasnya. Sejak 6 hingga 8 Januari 1949, lasykar rakyat yang kemudian menjadi sebuah pasukan di bawah komando Alianyang dan Samirie H Nalo telah berkumpul di Sembuai dan Rambaian. Basis pertahanan dipusatkan di Kampung Sembuai, Rembaian dan Sejangkung.

Selanjutnya pada tengah malam, 9 Januari 1949, sedikitnya terdapat 75 orang anggota pasukan di bawah pimpinan Alianyang dan Samirie H Nalo, dengan menggunakan sampan dan perahu di bawah pekat malam, menyusuri sungai menuju Kartiasa. Kemudian dari Kartiasa mereka meniti jalan setapak menuju lokasi yang ditentu¬kan. Tangsi militer NICA-Belanda yang didatangi itu terletak sekitar 5 Km dari Kartiasa.

Dalam penyerbuan ke tangsi militer ini, pasukan dibagi ke dalam tiga kekuatan. Kelompok pertama dipimpin Alianyang, yang bertugas menyerbu tangsi dari arah depan. Kelompok kedua menyerbu rumah kediaman komandan militer tentara NICA¬-Belanda, di bawah pimpinan Muchtar H Muchsin. Sedangkan kelompok ketiga, menuju Kampung Manggis untuk selanjutnya menuju Jembatan Batu dan terus berada di posisi belakang tangsi militer. Kelompok terakhir ini dipimpin H Sjarie H Dachlan.

Menyongsong waktu fajar, pasukan pemberontak di bawah komando Alianyang secara mendadak melakukan penyerbuan sesuai rencana semula. Pertempuran pun terjadi. Dalam pertempuran menyerbu tangsi militer NICA-Belanda di Sambas itu, tiga orang lasykar rakyat gugur tertembak, masing-masing Zainuddin, Saad dan Hasan. Sedangkan di pihak tentara NICA-Belanda, sedikitnya tewas sebanyak sembilan orang. Dalam serangan ini, tangsi militcr NICA¬-Belanda berhasil diporak-porandakan.

Karena keadaan yang memang tidak memungkinkan, Alianyang selanjutnya memerintahkan pasukan untuk mundur dan kembali ke pos pertahanan semula di Sembuai dan Rambaian. Pagi harinya, tentara NICA-Belanda melakukan penangkapan besar-besaran kembali terhadap pelaku penyerbuan tangsi militer. Ketua Permi Sambas, M Arief Satok pada tengah malam berhasil ditawan. Malam berikutnya ditangkap lagi beberapa tokoh pemuka masyarakat lainnya seperti Husni Bakar, Mas Muhammad, Siradj Usman, Tadjuddin dan Arifin. Setelah ditangkap, M Arief Satok bersama tertawan lainnya diperintahkan NICA-Belanda untuk memakamkan ketiga rekan mereka yang telah tewas tertembak.

Penjara Sambas tak mampu menampung sekaligus para pelaku pemberontakan. Selain telah ditawannya M Arief Satok dan beberapa lainnya tadi, di dalam penjara mereka kemudian disatukan dengan tawanan lainnya seperti A. Latif, Gifni Imran, H Ali, Sambuk, H Said, H Budjang, Ali M. Sunah, Sulaiman, Muaz Zakaria dan Busri Muchsin. Sementara itu, pelaku dan juga pimpinan pergolakan lainnya, yaitu Fahri Satok belum berhasil ditangkap. Fahri selanjutnya menjadi buronan, yang dianggap NICA-Belanda sebagai penggerak pemberontakan bersama Alianyang dalam penyerbuan tangsi militer Sambas.

Lasykar rakyat yang berhasil meloloskan diri dari penangka¬pan tentara NICA-Belanda kembali ke basis pertahanan di Sembuai dan Rambaian. Namun dalam waktu selekasnya, pusat pertahanan itu berhasil diketahui militer NICA-Belanda, sehingga pusat penahanan tersebut dapat ditembus. Lasykar rakyat kemudian mengalihkan pusat pertahanan di Sendoyan untuk bertahan selama beberapa hari di sini. Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Acan, sebuah perkampungan yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia Timur. Lasykar rakyat riba di Acan pada 18 Januari 1949.

Di Acan terjadi lagi sebuah pertempuran. Lasykar rakyat kemudian mengalihkan lagi basis pertahanannya di Gunung Serantak dan Gunung Rasau. Dari sana selanjutnya perjalanan semacam grilya dilanjutkan dengan menuju Samatan dan seterusnya ke Teluk Serabang. Di Teluk Serabang terjadi suatu kontak senjata dengan patroli Inggris dari Malaysia Timur. Lasykar rakyat kemudian menuju ke Tanjung Datuk, selanjutnya dari Tanjung Datuk menuju Camar Bulan. Di Camar Bulan, lasykar rakyat berhadapan kembali dengan setengah kompi scrdadu NICA-Belanda pada 20 Maret 1949. Pertempuran demi pertempuran terus berlanjut, dan berakhir setelah adanya Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1947.