Sabtu, 03 Oktober 2009

DIASPORA TIONGHOA KALIMANTAN BARAT

SEJARAH, ARTI DAN MAKNA TAHUN BARU IMLEK
Oleh: Syafaruddin Usman MHD

Perayaan Imlek dapat ditelaah dari dua sudut pandang, tradisi dan agama. Jika ditilik dari sudut pandang tradisi, Imlek merupakan pesta menyambut musim semi atau festival musim semi yang dilakukan para petani di Tiongkok. Perayaan ini sudah ada jauh sebelum perayaan dari agama Konghucu, Tao, maupun Buddha. Sementara dari sudut pandang agama, umat Konghucu mengklaim Imlek sebagai hari lahirnya Nabi Konghucu. Itu sebabnya, siklus kalender Imlek yang dipakai sekarang berdasarkan hari kelahiran Nabi Konghucu, yakni 551 SM plus 2009 M berarti 2560 Imlek.

Makna agama dalam Imlek, melambangkan bersatunya keluarga, seperti upacara makan malam di mana seluruh anggora keluarga berkumpul, merenung, dan menyongsong hari depan yang lebih cerah. Dalam ritual Imlek, juga dilakukan sembahyang kepada Sang Pencipta sebagai wujud syukur dan doa agar mendapat rezeki yang lebih banyak pada tahun depan. Dalam perspektif umat Konghucu, Imlek merupakan sistem penanggalan yang diciptakan Huang Di, salah satu nabi dalam agama Konghucu, dulu disebut agama Ru Jiao sebelum nabi Konghucu lahir, dan menjadi leluhur orang Han (Tionghoa). Atas dasar inilah Imlek menjadi milik umat Konghucu dan orang Tionghoa.

Penanggalan Imlek kali pertama digunakan pada Dinatis Xia (2205-1766 SM). Xia Yu merupakan pendiri Dinasti Xia yang juga salah satu nabi dalam agama Konghucu. Namun, ketika Dinasti Xia runtuh dan digantikan Dinasti Shang (1766-1122 SM), Dinasti Zhou (1122-256 SM) dan Dinasti Qin (256-202 SM), penanggalan tersebut tidak digunakan lagi. Penanggalan Imlek kembali digunakan pada Dinasti Han (202 SM-220 M) oleh Han Wu Di, salah satu kaisar Dinasti Han pada 104 SM, setelah menuruti nasihat Nabi Kongzi (Konghucu) yang dilakukan jauh sebelumnya. Untuk menghormati Nabi Kongzi, tahun pertama penanggalan Imlek dihitung sejak tahun kelahiran Nabi Kongzi yakni 551 SM.

Umumnya, setiap suku dalam masyarakat Tionghoa merayakan Imlek dengan cara yang relatif sama, yakni acara buka tahun dan tutup tahun. Yang berbeda adalah acara dam praktek ritualnya. Imlek memiliki hubungan vertikal kepada Tuhan yang diaplikasikan dengan ritual sembhayang. Sementara hubungan horizontal kepada sesama diwujudkan dengan kegiatan silaturahmi anggota keluarga. Imlek tidak hanya riyarakan masyarakat Tiongkok, tapi juga bangsa lain seperti Vietnam, Mongolia, Korea dan Jepang. Namun, cara merayakannya berbeda-beda akibat pengaruh budaya dan adat istiadat masyarakat lokal.

Meski demikian, ada beberapa hal aspek ritual perayaan Imlek yang harus sama. Pertama, sepekan sebelum Imlek, melakukan bakti sosial bagi kerabat dan lingkungan sekitar yang kurang mampu. Kedua, malam hari menjelang Imlek, melakukan sembahyang kehadirat Tian. Ketiga, tanggal 1 hingga 15 Imlek digunakan sebagai ajang penghormatan kepada yang lebih tua dan sanak kerabat. Keempat, pesta budaya pada tanggal 14-15 Imlek.

Di Kota Amoy Singkawang, malam pergantian Tahun Baru Imlek biasanya dimeriahkan dengan bunyi mercon dan kembang api yang bersahut-sahutan. Sepanjang jalan dari Pontianak menuju Singkawang, terutama di pusat-pusat pertokoan yang mayoritas dihuni masyarakat keturunan Tionghoa, terlihat semarak dengan pemasangan beragam aksesoris budaya Tionghoa, seperti lampion dan kain berenda yang berwarna merah. Lumrah bila suasana Imlek terasa kental di Singkawang. Pasalnya, 51 persen dari sekitar 190 ribu jiwa penduduk Kota Singkawang adalah warga keturunan Tionghoa. Dan kepada mereka yang merayakan Tahun Baru Imlek ini disampaikan Xin Nian Kuai Le, Gong Xi Fa Cai.

Menjelang maupun sesudah Hari Raya Imlek, biasanya selalu diikuti berbagai perayaan. Puncak penutup perayaan Imlek, diadakan perayaan yang dikenal dengan Cap Go Meh (Yuan Xiao Jie) atau perayaan Lampion (Deng Jie). Setiap tahun, perayaan Imlek jatuh pada tanggal satu bulan pertama dari kalender Lunar atau Nongli (kalender petani), yang kebetulan awal dari musim semi. Maka perayaan Imlek disebut juga Chun Jie atau perayaan musim semi. Berlangsung selama 15 hari penuh, kecuali tanggal 3 Ciagwee. Ini untuik menghormati Kaisar Gao Zong, dikenal dengan sebutan Kaisar Kian Liong, yang wafat 3 Ciagwee.

Berdasarkan tradisi yang sudah berumur ribuan tahun, menjelang Imlek atau Sin Cia, masyarakat yang merayakannya mengadakan berbagai upacara sembahyang kepada paraleluhur (Bai Zu Zong). Warga keturunan Tionghoa, sama seperti bangsa Mesir atau Yunani, percaya akan adanya dewa-dewa. Biasanya di depan pintu rumah mereka, tepat di sisi kiri atau kanan kusen terpampang Chuan Lian (selendang merah bertuliskan sajak). Konon ditujukan bagi Dewa Penjaga Pintu agar selalu melindungi penghuninya dari hal-hal jahat.

Adapun dewa lain yang dikenal adalah Dewa Dapur, Dewa Bumi, Dewa Air, Dewa Pembawa Rezeki. Mereka diutus selama setahun oleh penguasa bumi, langit beserta seluruh isinya dengan tugas melihat, mengawasi dan mendampingi umat manusia di muka bumi ini. Pada hari ke 24 bulan ke 12 Imlek (Cap Ji Gwee Ji Sie), para dewa tersebut akan kembali ke surga atau nirwana untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya di bumi kepada Sang Penguasa Bumi dan Langit yang dikenal dengan sebutan Yu Huang Shang Di.

Biasanya warga Tionghoa menyambut gembira bila terjadi hujan dan angin selama perayaan Imlek, karena sesuai filosofi feng shui (angin dan air). Menurut feng shui, angin dan air dalam kondisi wajar dipercaya akan menghilangkan debu dan kotoran serta membawa rezeki. Penguasa Yu Huang masih akan tetap marah bila menerima laporan Dewa Caishen (Dewa Rezeki) dan Dewa Zao Jun Ye (Dewa Dapur), karena masih banyak manusia yang mencoba menyuap para dewa. Sudah bukan rahasia lagi bila ada warga Tionghoa yang mencoba memberinya gula atau manisan ke bibir patung sang Dewa Dapur dengan tujuan agar sang dewa hanya memberikan laporan yang baik atau manis-manis saja. Hal yang tidak berbeda jauh yang kadang masih sering dilakukan manusia dalam praktek kehidupan sehari-hari.

TAHUN BARU IMLEK DAN MAKNA PERGANTIAN TAHUN
Oleh: Syafaruddin Usman MHD

Tahun Baru Imlek selalu dikaitkan dengan pergantian shio, hoki dan keberuntungan. Pernak-pernik Imlek yang dipercayai bisa mengangkat hoki dan keberuntungan pun menjadi komoditas yang laris manis terjual. Amplop merah (angpao), aneka lampion, beraneka macam gambar naga, lukisan empat musim, pohon imlek, susunan kue keranjang, tambur china, barongsai mini, hiasan huruf fu (hok), poster dewa harta, dan aksesori klasik oriental lain menjadi komoditas musiman yang banyak diburu orang.

Umumnya banyak orang yang kurang memahami, sehingga timbul kerancuan berkaitan dengan siklus pergantian shio. Secara umum orang hanya tahu bahwa setiap tiba Tahun Baru Imlek terjadi pula siklus pergantian shio. Padahal pergantian yang sejati itu terjadi setiap Li Chun (lafal Mandarin) atau Lip Chun (lafal Hokkian). Titik kulminasi Lip Chun inilah yang sebenarnya menjadi patokan bagi siklus pergantian shio.

Kemudian terjadilah siklus pergantian shio yang baku dan berkesinambungan dengan polarisasi titik persis kedudukan Lip Chun pada 2009 jatuh pada 4 Februari 2009 pukul 01.00 dini hari. Berarti tahun ini, sang Kerbau Api 2009 akan muncul menggantikan Tikus Api 2008 pada saat sang waktu tepat memasuki Li Chun itu. Artinya sembilan hari setelah Tahun Baru Imlek 2560 (2009) yang jatuh pada 26 Januari 2009, baru terjadi pergantian shio. Perhitungan elemen kerbau 2009 otomatis juga baru akan mulai bergulir sejak periode Li Chun ini. Jadi, Tahun Baru Imlek memang sudah lewat, tapi pergantian shio belum mulai.

Sesungguhnya peringatan Imlek sudah ada sejak 7000-an tahun silam, hampir seumur peradaban di Tiongkok. Adapun penanggalan Imlek (Yin Li) seperti berlaku sekarang, baru mulai sejak Dinasti Han, zaman keemasan bangsa Han yang dipimpin oleh Kaisar Han Wu Di (Han U Ti), sekitar 2200 tahun silam. Tahun 1 dihitung mundur ke tahun kelahiran Konghucu, 551 SM.

Pergantian shio sendiri sudah dikenal lebih ke belakang lagi. Tepatnya pada zaman Raja Agung Fu Xi (Hok Hie) sekitar 5000 tahun silam. Dulu, perayaan tahun baru ini masih disebut sebagai Perayaan Pesta Awal Musim Semi. Kala itu belum dikenal huruf, sehingga perihal Pesta Musim Semi dan Pergantian Shio tak banyak diketahui karena catatan sejarahnya minim sekali.

Lalu pada zaman Dinasti Xia (Shia), dinasti pertama Tiongkok (2100 SM—1600 SM), perayaan ini berganti sebutan menjadi Tahun Baru Musim Semi. Memang baru zaman itu Tiongkok mengenal sistem penanggalan yang akurat dan tertulis (penanggalan Xia Li). Awal dan pertengahan bulan Xia Li mengacu pada kedudukan kulminasi antara bumi, bulan, dan matahari. Sejak itu pula siklus pergantian shio mulai tercatat. Ergantiannya selalu bertepatan dengan tibanya Li Chun (Lip Cun), yaitu titik awal tibanya musim semi.

Ribuan tahun kemudian, ketika dunia mengenal Tarikh Masehi yang berdasarkan peredaran matahari (penanggalan Yang Li), ternyata titik-titik kulminasi Xia Li memiliki ketepatan posisi dengan penanggalan Masehi. Sebutlah Li Chun selalu jatuh setiap 4 Februari atau 5 Februari. Juga Qing Ming (Ceng Beng) yang bertepatan dengan 4—5 April. Lalu Tong Zhi atau Tang Ce (pesta ronde) yang jatuh setiap 21 Desember—22 Desember.

Begitu juga dengan titik-titik kulminasi lainnya. Totalnya ada 24 titik dan semua punya presisi dalam kalender Masehi setiap tahun. Tak pernah meleset dari dulu sampai sekarang, suatu yang sungguh akurat. Ini jelas merupakan bukti akurasi yang sahih dari sistem penanggalan purba Dinasti Xia. Sekaligus ini menjadi cerminan bagi orang sekarang bahwa astronom yang pernah hidup pada zaman purba ternyata tak kalaj berkualitas ketimbang ilmuwan bintang zaman sekarang. Bahkan bisa dibilang mereka lebih jago mengingat teknologi zaman itu tak secanggih masa kini.

Tak bisa dipungkiri sistem penanggalan Xia Li adalah penanggalan tertua yang pernah ada di peradaban manusia. Eksistensinya sudah ada jauh sebelum Han Wu Di memperkenalkan sistem Penanggalan Imlek (Yin Li), bahkan mundur jauh melampaui Penanggalan Chandra Sangkala (India). Xia Li yang dalam lafal Hokkian disebut He Lek inilah cikal bakal penanggalan Imlek (Yin Li) yang dikenal sekarang. Dan akan memasuki usia 2560 pada 26 Januari 2009 nanti.

Selamat tinggal Tahun Tikus 2008, selamat datang Tahun Kerbau 2009. Xin Nian Kuai Le, Gong Xi Fa Cai.

MAKNA FILOSOFIS DI BALIK SAJIAN KULINER IMLEK
Oleh: Syafaruddin Usman MHD

Tahun Baru China atau Imlek dirayakan sesuai tradisi. Imlek 2560 pada 26 januari 2009 merupakan tahun kerbau dengan unsur tanah negatif. Kerbau merupakan simbol kemakmuran yang diperoleh dari kerja keras dan dipercaya sebagai perlambang kesabaran, pekerja yang tidak kenal lelah serta mampu menanggung beban berat tanpa mengeluh. Bagi masyarakat Tionghoa, Imlek merupakan momen untuk memohon kepada Tuhan agar memperoleh kehidupan yang lebih baik daripada tahun sebelumnya. Harapan itu tercermin pula lewat aneka hidangan yang mereka sajikan.

Berdasarkan tradisi masyarakat Tionghoa, santapan khas Imlek biasanya dinikmati bersama keluarga pada malam hari. Beberapa jenis masakan yang identik dengan perayaan tahun baru itu ialah Yu Sheng dan Siu Mie. Di dalam Yu Sheng atau Yee Shang tersirat agar mendapatkan kebahagiaan pada tahun yang baru. Yu Sheng adalah sejenis salad yang berbahan utama ubur-ubur atau ikan. Rasanya, asam manis. Bahan utama untuk membuat Yu Sheng biasanya diiris seperti korek api.

Cara menikmati Yu Sheng terbilang unik. Sebelum mengosumsi menu itu, seluruh anggota keluarga biasanya bersama-sama mengaduknya dengan sumpit. Setelah itu, mereka akan mengangkatnya tinggi-tinggi sambil mengucapkan harapan akan mendapatkan kebahagiaan pada tahun yang baru. Siu Mie atau mi biasanya menjadi menu wajib karena merupakan simbol panjang umur. Mi disajikan dalam kondisi panjang, nyaris tanpa putus. Menyantap mi ada aturan mainnya. Pertama, tidak boleh dipotong dengan sendok. Kedua, dimakan menggunakan sumpit serta diseruput sampai terpotong.

Santapan malam yang dilakukan saat merayakan Imlek juga biasanya didominasi menu yang terbuat dari ikan, daging, dan udang. Ada pula yang menyuguhkan hidangan yang terbuat dari tujuh jenis bahan utama yang berbeda, termasuk abalone, sayur, dan kepiting. Menu itu merupakan satu contoh makanan ala China Peranakan. Penyajian bandeng menyiratkan harapan agar memperoleh banyak rezeki pada tahun mendatang. Bandeng yang diolah pada saat Imlek biasanya berbeda dengan hari-hari biasa. Sejumlah orang, bahkan, memberi istilah khusus, yaitu bandeng Imlek.

Keunikan bandengImlek, antara lain tercermin leat bobotnya yang bisa sepuluh kali lipat lebih berat jika dibandingkan dengan biasanya. Soal rasa, bandeng Imlek juga biasanya lebih enak dan gurih karena mengandung lemak yang lebih banyak jika dibandingkan dengan bandeng biasa. Kemudian, ada pula yang menghidangkan Hun Dun, Shui Jiao, Chang Mian, dan Sup Ikan. Hun Dun atau pangsit menyimbolkan harapan agar tahun depan tidak kekurangan makanan. Shui Jiao dikonsumsi pada pukul 24.00 untuk menandakan kehidupan yang telah lewat dan yang baru datang. Chang Mian atau Misoa melambangkan panjang umur. Cara menghidangkan maupun menyantap sama seperti mi. sementara itu, sup ikan melambangkan harapan agar mendapatkan rezeki pada tahun baru.

Di samping masakan, masyarakat Tionghoa biasanya menghidangkan buah-buahan seperti jeruk, pisang raja atau pisang mas. Pisang raja dan pisang mas melambangkan kemakmuran. Jeruk menyimbolkan kemakmuran. Buah-buahan lain yang dapat dijumpai sampai Imlek adalah semangka dan pir. Agar-agar biasanya disuguhkan dalam bentuk bintang. Bentuk ini simbol harapan akan adanya kehidupan dan jabatan yang terang dan bersinar. Hidangan lain yang wajib ada saat Imlek adalah kue keranjang dan lapis legit (Spekkoek). Sesuai dengan tradisi, kue keranang disantap sebelum nasi. Kue ini melambangkan harapan agar mendapatkan keberuntungan dalam pekerjaan.

Konon, kue keranjang juga menyiratkan asa agar kehidupan keluarga selalu rukun. Sementara itu, spekkoek merupakan simbol datangnya rezeki yang berlapis-lapis pada tahun yang akan datang. Selain aneka hidangan yang dapat disantap saat makan malam, ada pula yang disajikan sebagai persembahan. Hidangan itu adalah sam-seng. Ini adalah persembahan untuk melengkapi pergantian tahun berdasarkan penanggalan lunar. Sang-seng pada awalnya merepresentasikan tiga alam yang mendukung kehidupan manusia, yaitu langit, bumi, dan air. Di sisi lain, sam-seng melambangkan pula sifat-sifat yang tidak boleh ditiru, yaitu serakah, jahat dan malas.

Perayaan Tahun Baru China atau Imlek sarat dengan makna syukur serta doa agar di tahun mendatang diberi rezeki berlimpah. Pada saat itulah seluruh anggota berkumpul dan melakukan santap malam bersama. Sejumlah menu makanan khas Imlek disajikan, mulai dari kue keranjang, kue mangkuk, mi panjang umur, hingga Yu Sheng. Yu Sheng merupakan gabungan dari sayuran berwarna-warni serta potongan daging ikan mentah. Yu berarti ikan dan Sheng berarti mentah. Ikan mentah merupakan simbol dari kehidupan baru, sedangkan Yu berarti kesejahteraan.

Santapan itu berupa perpaduan irisan berbagai sayuran seperti lobak, wortel, mentimun, jahe, kulit jeruk yang dikeringkan, buah melon, plum dan sebagainya. Sepentara itu, ikan yang digunakan ialah salmon, ubur-ubur, atau abalone. Salad Imlek itu diberi bumbu minyak wijen, kecap ikan, dan air jeruk. Ada pula yang dicampurkan dengan kacang tanah yang telah dihaluskan, bubuk lada, bubuk kayu manis, dan minyak sayur. Sausnya terbuat dari buah plum.
Hal yang menarik dari menu ini adalah tata cara mencampurkan semua isi. Ada delapan tahapan yang dilakukan sambil mengucapkan doa tertentu. Mulai dari mencampurkan ikan ke dalam sayuran, memberi perasan jeruk, minyak sayur, bubuk kayu putih, lada, saus plum, hingga keripik. Yu Sheng disajikan di tengah meja bundar yang dikelilingi peserta makan. Setiap orang memegang sumpit dan mengaduk Yu Sheng. Secara bersamaan, mereka melakukan tos dengan mengangkat sumpit berisi Yu Sheng setinggi-tingginya. Konon, rezeki terbanyak tahun depan akan jatuh pada orang yang mengakat sumpit paling tinggi. Sambil membagi Yu Sheng, setiap orang akan mengucapkan Lo Hei yang berarti kesejahteraan tiada akhir.

Salah satu kue yang wajib ada saat perayaan Imlek adalah kue keranjang atau Nian Gao. Kue ini dibuat dari tepung ketan dan gula serta mempunyai bentuk bulat seperti keranjang. Nian Gao tidak hanya enak dimakan, tetapi juga mengandung sejumlah makna. Bentuk bulat menyerupai keranjang menyiratkan makna agar keluarga yang merayakan Imlek dapat terus bersatu, rukun, dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang baru. Sementara itu, penyajiannya yang disusun ke atas, dengan bentuk yang mengecil di bagian atas, melambangkan harapan akan adanya peningkatan rezeki atau kemakmuran. Di bagian atas susunan, pemilik rumah biasanya meletakkan kue mangkuk. Kue ini menyimbolkan asa agar pemilik rumah dan keluarganya bisa menikmati kehidupan manis yang kian mekar seperti kue mangkuk.

Pada zaman dahulu, kue keranjang mencerminkan pula status ekonomi keluarga pemilik rumah. Semakin tinggi susunan, semakin makmur pemilik rumah. Kue keranjang pada awalnya disajikan sebagai hidangan untuk menyenangkan Dewa Tungku agar membawa laporan yang menyenangkan kepadaRaja Surga. Kue ini memiliki nama asli Nien Kao atau Ni Kwee yang berarti kue tahunan, yaitu hanya dibuat setahun sekali. Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan kue keranjang untuk menyambut Imlek seolah telah menjadi tradisi. Biasanya, kue keranjang digunakan sebagai sesajen pada saat sembahyang.

Tepatnya, enam hari menjelang Imlek (Jie Sie Siang Ang) sampai malam menjelang tahun baru. Sebagai sesajen, kue biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh, yaitu malam ke 15 setelah Imlek. Karena dibuat dari gula dan tepung ketan, kue keranjang memiliki rasa yang manis serta mempunyai tekstur yang kenyal. Kue ini dapat disimpan dalam waktu lama. Di China, kue keranjang ini biasanya disantap sebelum memakan nasi. Harapannya, orang yang menyantapnya senantiasa mendapatkan keberuntungan dalam pekerjaan.

Sejatinya, tahun baru tak sekadar menyajikan persembahan atau menikmati santap malam bersama keluarga. Namun, juga dapat memotivasi agar senantiasa mempunyai harapan serta menjauhkan diri dari sifat-sifat buruk.

MAKNA TRADISI BUDAYA IMLEK DAN CAP GO MEH
Oleh: Syafaruddin Usman MHD

Imlek adalah dialek Hokkian untuk Yinli, sistem penanggalan bulan dalam tradisi Cina. Yinli merupakan penanggalan yang mengombinasikan kalender matahari dan bulan. Satu bulan dalam tahun Imlek terdiri dari 29 sampai 30 hari. Hal itu yang membuat jatuhnya hari raya Imlek berkisar pada 21 Januari sampai 19 Februari tahun Masehi. Pada 2009, Tahun Baru Imlek jatuh pada 26 Januari dan merupakan Tahun Kerbau. Penanggalan Imlek muncul dari tradisi masyarakat agraris di Cina. Para petani yang kehidupannya bergantung pada kondisi alam memiliki perhitungan sendiri untuk menentukan masa tanam atau panen yang tepat. Penanggalan disesuaikan dengan pola musim tanam. Yinli ini dikenal para petani sebagai Nongli.

Tahun Baru Imlek adalah salah satu hari besar yang dirayakan masyarakat Tionghoa di seluruh dunia. Berdasarkan perhitungan tradisional dalam kalender Tionghoa, Imlek dirayakan pada hari pertama dalam bulan purnama. Hari raya ini juga dikenal sebagai Chunjie atau festival musim semi, Nongli Xinnian atau tahun baru. Dalam perayaan Tahun Baru Imlek, ritual keagamaan sudah mulai dipersiapkan sejak tujuh hari sebelumnya dengan melaksanakan sembahyang untuk menghantar Co Kun Kong atau Dewa Dapur. Selanjutnya, sehari sebelum tahun baru dilaksanakan sembahyang penutup akhir tahun, sekaligus menyambut datangnya pergantian tahun.

Masyarakat Tionghoa melakukan sujud syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Pada saat memasuki detik-detik pergantian tahun sembahyang dilakukan lagi, kemudian saling memberi hormat dan mendoakan. Juga dilakukan sungkem atau hormat kepada orang tua atau Kui Ping Shien. Rangkaian perayaan Imlek sangat terasa pada hari ke empat dengan dilakukan sembahyang untuk menyambut turunnya malaikat dapur. Kemudian dilanjutkan pada hari ke delapan dengan dilaksanakannya sembahyang besar kepada King Thi Kong. Selanjutnya pada hari ke tiga belas dilaksanakan upacara suci meperingati kemuliaan Kwan Kong atau dewa yang melambangkan sifat ksatria, setia, berani, bijaksana dan taat pada agama.

Perhitungan tahun Imlek berlaku sejak 551 SM yaitu tahun kelahiran Konfusius. Konfusius hidup pada masa Dinasti Zhou, ia melihat masyarakat Cina mayoritas hidup dari pertanian. Maka sistem penanggalan Dinasti Xia-lah yang paling baik untuk digunakan. Karena awal tahun barunya jatuh pada awal musim semi, dapat digunakan sebagai pedoman dalam pertanian. Pada masa pemerintahan Han Wudi (140—86 SM), sistem penanggalan Dinasti Xia ditetapkan sebagai penanggalan negara dan tetap dipakai hingga kini. Tahun Baru Imlek dikenal dengan Xinnian yang berarti tahun baru atau panen yang baik.

Pada masa berdirinya Republik Cina 1911, pemerintah republik memutuskan untuk menggunakan penanggalan Masehi. Kata Xinnian kemudian diganti menjadi Chunjie atau Perayaan Musim Semi, ini untuk membedakan tahun baru Masehi yang jatuh pada 1 Januari. Imlek di Cina dirayakan meriah. Karena, merupakan sebuah pesta rakyat untuk menyambut datangnya musim semi dan musim panen. Mereka bersama-sama bergembira sambil menanam kembali tanaman di sawah. Ada dua kegiatan utama yang dilakukan. Pertama, melakukan pemujaan pada leluhur termasuk kepada langit dan bumi seraya mengucap selamat kepada keluarga dan sahabat. Ini merupakan wujud terima kasih pada pemeligaraan yang dilakukan oleh langit dan bumi untuk menghormati leluhur dan mendoakan kerabat.

Kedua, sebagai ajang melepas ketegangan dengan berpesta, membakar petasan, menempel syair musim semi alias Chunlian, dan minum arak. Tahun baru juga dilakukan oleh Cina Perantauan. Orang Tionghoa yang datang ke Indonesia umumnya dari Fujian dan Guangdong. Imlek dirayakan sejak masa kolonial Belanda sampai masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Budaya Imlek di Indonesia dapat dikatakan sudah disesuaikan dengan budaya dan alam Indonesia. Ada beberapa tradisi yang sudah berasimilasi dengan budaya Indonesia, misalnya makanan yang dihidangkan. Di Indonesia hidangan yang dipilih biasanya mempunyai arti kemakmuran, panjang umur, keselamatan atau kebahagiaan, dan merupakan hidangan kesukaan para leluhur. Kue-kue yang dihidangkan lebih manis daripada biasanya, seperti kue keranang, kue mangkok, dan kue lapis. Makanan yang biasanya dihindari misalnya bubur, karena dianggap melambangkan kemiskinan.

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada 18 Juni 1946, pemerintah mengeluarkan penetapan yang mengakui empat hari besar etnik Tionghoa, yaitu Hari Raya Imlek, wafat Konfusuius, Qing Ming, dan lahirnya Konfusius. Pada masa pemerintahan Pak Harto, etnik Cina mengalami masa-masa yang penuh tekanan. Pada masa tersebut, Instruksi Presiden No 14 tahun 1967 melarang acara, kegiatan festival yang mengandung unsur Cina. Kemudian setelah Pak Harto digantikan BJ Habibie, pemerintah mulai menghapus istilah pribumi dan nonpribumi. Pada era pemerintahan Gus Dur, pemerintah mencabut Inpres No 14 Tahun 1967 tersebut. Sejak saat itu, festival-festival etnik Cina sudah mulai bisa dilakukan kembali.

Perayaan Tahun Baru Cina pada zaman dahulu dimulai sejak tanggal 23 bulan terakhir penanggalan Imlek yaitu hari untuk mengirim Dewa Dapur Zhao Shen ke langit. Kegiatan bersih-bersih rumah terutama menyapu tidak boleh lagi dilakukan setelah matahari terbit pada Hari Raya Imlek karena dianggap akan menyapu semua berkat. Pada tanggal 30 bulan terakhir disebut sebagai Chu Xi, yaitu malam makan bersama. Pada malam itu, orang-orang tidak tidur semalaman dan rumah-rumah diterangi lampu. Hal itu dimaksudkan agar setan-setan hilang.

Aneka pernik dalam perayaan Imlek, lampion merupakan lambang lahirnya kehidupan baru. Biasa dipasang di depan pintu, agar cahaya rezeki atau berkah selalu menyinari segala sesuatu yang ada di balik pintu tersebut. Sementara itu, petasan melambangkan nyala api dan bunyi petasan adalah simbol cahaya keberkahan dan sebagai cara mengusir energi-energi buruk dan kejahatan. Saatnya kini mengucapkan Selamat Tahun Baru, Wan Shi Ru Yi, semoga semua urusan berjalan seperti yang diharapkan, Nian-Nian You Yu, semoga setiap tahun mendapat kelebihan rezeki, dan Xin Xiang Shi Cheng, semoga hal yang diinginkan menjadi kenyataan.

Selama dua minggu penuh, masyarakat etnik Tionghoa merayakan Imlek hingga puncaknya pada Cap Go Meh. Cap Go artinya 15, Meh artinya malam. Pada hari ke lima belas dilaksanakan upacara Purnama Raya atau Cap Go Meh atau Guan Siau, hari yang penuh makna dan sarat dengan upacara keagamaan. Demikian penting makna Tahun Baru Imlek bagi masyarakat Tionghoa sehingga begitu panjang rangkaian untuk memperingatinya. Perenungan di setiap tahun baru mengingatkan kepada manusia akan keterbatasan dan kelemahannya di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Sekuat apa pun pada diri manusia pada akhirnya tetap tunduk terhadap perjalanan waktu yang terus berlalu. Sin Cun Kiong Hi, Gong Xi Fat Cai …